Friday, March 8, 2013

MEMBERI LAYANAN TERBAIK PADA KONSUMEN

Pelanggan adalah raja!!!

Melayani seorang pelanggan atau pembeli secara baik adalah suatu keharusan supaya pelanggan merasa terpuaskan dan menjadi pelanggan setia.
Kalau pelanggan merasa puas atas pelayanan, sedikit banyak akan menjadi virus marketing terbaik. Para pelanggan dengan suka rela menceritakan hal-hal yang terbaik atas pelayanan kita dalam bisnis. Dengan tambahan beberapa pelanggan otomatis akan meningkatkan penghasilan.Bisnis tidak akan kehilangan pelanggan, justru akan bertambah banyak.

Kepuasan pelanggan diawali dari pelayanan.
Semua pelanggan akan merasa puas dengan apa yang diberikan pada mereka. Dan, itu merupakan kunci sukses bisnis. Lalu bagaimanakan memberi layanan terbaik pada konsumen?

Kepuasan pelanggan sifatnya sangat subyektif. Oleh karena itu mengapa dalam marketing mesti memilih segmennya dulu.Karena ada idiom begini: 'kita tidak akan bisa memuaskan semua orang'. Itu pasti! Tapi kita bisa memilih mau memuaskan siapa.
Contoh apa yang dilakukan BCA dalam melayani pelanggan. Terobosan yang dilakukannya adalah melayani dengan kecepatan. Karena dia tahu, preferensi yang menjadi kebutuhan pelanggan adalah kecepatan (speed). Ini bisa berbeda dengan bank-bak yang lain yang lebih menekankan pada customer intimacy-nya.

Kembali lagi, hal itu sangat subyektif. Tergantung manakah pelanggan yang memberikan return terbesar, itu yang seharusnya dipilih. Artinya, it is business. Kalau kita ingin memberikan layanan pada seseorang ya imbal baliknya harus sesuai. Untuk itu, fokus sebenarnya bukan pada kepuasan tapi lebih pada kebutuhan. Kepuasan itu soalnya relatif, hari ini mereka puas, besok belum tentu. Contoh, beberapa waktu lalu kita memiliki handphone dengan ada fasilitas kamera, itu rasanya sudah wah dan kita terpuaskan. Belakangan kalau punya handphone dengan kamera yang resolusinya rendah, rasanya kemunduran.
Contoh lain, kehadiran Blackberry yang canggih dengan teknologi push mailnya. Semula hal itu sangat dicari, namun hari ini teknologi push mail sudah banyak dimiliki segala macam smartphone yang ada. Artinya, kepuasan terus berubah seiring waktu, sangat relatif.

Tapi kalau konsentrasi pada kebutuhan pun berjenjang. Intinya, membaca kebutuhan itu jauh lebih bisa dipotret daripada kepuasan. Memotret kebutuhan bisa menjadi entry point untuk melakukan bisnis, sementara kepuasan itu merupakan dampak yang dinginkan setelahnya. Jangan sampai kita terjebak mengejar kepuasan pelanggan dengan menafikan kebutuhan-kebutuhannya.

Contoh begini. Kita punya pelanggan, demi kepuasan dia, maka everything akan kita berikan. Pertanyaannya, apakah ini value added bagi bisnis. Jangan-jangan kita melakukan aktivitas lebih tapi sebenarnya tidak mendatangkan value. Rugi tentunya. Maunya untung malah buntung. Jadi perlu ditakar apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh pelanggan. Kalau dia butuh cepat, ya layanan yang cepat itulah yang kita berikan. Atau kita berikan sentuhan personal agar layanan kita berbunga-bunga. Inilah pentingnya segmentasi.

Budaya atau perilaku konsumen di negeri ini sebenarnya sangat menarik. Pertama, sifatnya referal. Mungkin karena waktu kerjanya kalau dihitung-hitung, dibanding luar negeri, lebih sedikit sehingga waktu ketemu dengan teman atau klien lebih banyak dan bisa membangun kepercayaan dengan orang lain. Kedua, referal ini nantinya berdampak dengan latah. Nah, latah ini menjadi menarik bagi produsen yang ingin menjual produknya. Manfaatkan saja kelatahan konsumen untuk menjejali mereka dengan produk-produk yang diinginkan.

Masalahnya, kelatahan itu terjadi pada para produsen.Produsen yang satu memberi diskon, lainnya ikut-ikutan bermain diskon. Tidak punya keberanian untuk melakukan diferensiasi. Karakternya tidak mau bermain gambling, maunya bermain aman. Kalau kompetisi kita dikatakan sangat ketat, tidak bisa terus-terusan bermain aman. Bermain diskon bisa-bisa saja, kalau produknya tidak memiliki diferensiasi yang tinggi. Seperti sabun, tentu tidak ada yang berani bermain-main dengan harga premium. Sabun paling hanya ada sabun biasa dan sabun kesehatan. Setidaknya cuma itu diferensiasinya. Kalau pun berani, itu bersinggungan dengan kemasan (packaging) atau fitur-fitur kelebihannya (fungsionality). Jadi cost sangat relevan dengan fungsionality. Tapi ada juga pembeli mau membayar bukan karena fungsinya, tapi lebih karena gaya dan gengsi (pride).

Kalau kita mampu menciptakan value-value lebih itu menonjol, selain fungsi utama sebuah produk dan itu menarik bagi konsumen, harga menjadi relatif. Sebaliknya, kalau kita tidak bisa atau tidak mau membuat suatu image relationship di luar product atribut, maka produk kita bukan produk terpilih.Kita pun mainnya akan crowd, tidak berani bermain harga, dan cenderung hanya memberi layanan yang standar atau pada umumnya.

(Disadur dari beberapa sumber di Internet).

No comments:

Post a Comment